Sumber: http://baltyra.com/2014/03/10/kekayaan-budaya-permainan-anak-anak-di-nusantara/
Indonesia kaya akan budaya, dari 33 provinsi yang tersebar di Indonesia, tiap-tiap provinsi itu memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Kebudayaan Indonesia banyak meliputi berbagai macam hal, meliputi kesenian, permainan tradisional, bahasa, pakaian adat (suku), dll. Dengan demikian, Indonesia mempunyai jati diri yang beragam tak hanya terpaku pada satu wilayah saja. Menurut Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah,” menjadi tolak ukur sejauh mana Indonesia mempunyai keberagaman budaya. Hal inilah yang menjadi kebanggaan Indonesia sebagai negara berkembang yaitu mempunyai keberagaman kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan inilah yang seyogianya harus dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat karena tanpa kita sadari bahwa bila melestarikan kebudayaan Indonesia, berarti kita tidak melupakan sejarah.
Nusantara adalah negeri yang besar dan kaya akan beragam warisan, salah satunya adalah bermacam permainan anak. Ya, Permainan anak (dolanan bocah), demikian orang jawa biasa menyebutnya. Masing-masing daerah mempunyai jenis permainan anak-anak, ada yang memang berbada, ada pula yang permainannya sama tetapi dalam menyebut atau menamainya berbeda.
Salah satu keberagaman kebudayaan Indonesia yang menjadi warisan sejarah ialah permainan tradisional. Permainan-permainan tradisional yang dimiliki Indonesia berbeda-beda, relatif pada di mana letak daerahnya, jadi letak geografis suatu wilayah memengaruhi keberagaman permainan-permainan tradisional yang dimiliki oleh Indonesia. Permainan tradisional yang beberapa tahun terakhir jarang kita temui ialah dampak akan kemajuan zaman yang semakin hari semakin modern dan permainan tradisional ini mungkin kalah ‘pamor’ dengan permainan anak-anak zaman kini, akibatnya permainan-permainan ini kini hampir punah bahkan sangat sulit kita temui.
Kreweng (pecahan Genteng)
Namun, kemajuan jaman telah jauh membawa orang terlarut alam era modernisasi, segala yang berbau teknologi dan kemudahan banyak diminati. Dalam banyak aspek kehidupan sudah semakin meninggalkan segala sesuatu yang berbau tradisional, tentu saja hal ini ada kurang lebihnya. Sebagai contoh, anak-anak sekarang lebih suka memainkan permainan modern dan mulai melupakan atau bahkan tidak tahu sama sekali berbagai macam permainan tradisional warisan leluhur.
Jenis permainan anak di daerah antara lain:
- Dam-daman
- Teklek
- Sepak bola api
- Sendaren Janur
- Pong-pong bolong
- Plencung-plencungan
- Pingsut
- Bandul sodo
- Oplok-oplok bekicot
- Nekeran
- Balap bunga rumput
- Mul-mulan
- Montor-montoran sepet
- Mobil-mobilan ( Bambu , Kulit Jeruk , ares pisang)
- Uding
- Mercon bumbung (Meriam Bambu)
- Kupluk godong nongko
- Angklung
- Ufo-ufoan
- Kitiran janur
- Kitiran godong tela
- Kenthongan
- Kasti
- Jlong-jling
- Jaran-jaranan bongkok
- Jamuran
- Jago-jagoan janur
- Topi koran
- Jago-jagoan rumput
- Hom pim pah
- Kupat jaran
- Kupat seto
- Kupat luar
- Kupat boto
- Gobak sodor
- Gelembung jarak
- Gedongan Jawa Tengah
- Gatheng
- Gaprik
- Gangsing bambu
- Gangsing jangkang
- Ganefo
- Engklek
- Egrang Jateng
- Daplangan
- Bunyi gauk
- Bola janur
- Bol-bolan
- Benthik
- Bendhi jempeni
- Burung janur
- Keris-kerisan janur
- Jam-jaman janur
- Jagung janur
Dolanan menuntut kreativitas anak anak di mana faktor dan kondisi geografi, Demografi, tatanan sosial dalam masyarakat. Contoh kecil di Jawa khususnya Jawa Barat banyak Permainan dengan bahan dan sarananya terbuat dari bambu. Banyak permainan yang terkadang terdengar hanya saat saat tertentu seperti pada waktu sungai mulai mengering… banyak anak-anak buat JORAN (alat pancing dari bambu dan dengan jenis bambu tertentu) ,di Sumatra (Jambi – Lampung – Riau dan Bengkulu Lodong untuh menakut-nakuti gajah yg masuk di areal kebun atau permukiman.
Permainan Tradisional, Warisan Sejarah yang Terlupakan
Tak banyak orang yang tahu bahwa keberagaman budaya Indonesia itu seolah-olah menjadi saksi di mana pada zaman dahulu para leluhur yang telah mendahului kita menjadi pemeran atau pun ‘boga lakon’ dari semua kejadian sejarah Indonesia. Sejarah mengatakan bahwa dengan bambu runcing, para pejuang terdahulu berjuang merebut harkat, martabat dan derajat bumi pertiwi ini menuju gerbang kemerdekaan. Para pejuang terdahulu berjuang mati-matian dengan semangat yang membara tanpa mengenal lelah memperjuangkan Indonesia.
Bila peribahasa mengakatan, “Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,” tepat untuk menggambarkan perjalanan Indonesia dari asalnya tertinggal di masa-masa kelam hingga kini berada pada era kemerdekaan atas hasil jerih payah ‘berakit-rakit’ para pahlawan.
Contoh sederhana yang masih sering kita jumpai adalah permainan Egrang.
(KFK – Kompas)
Egrang yang permainannya cukup sulit dilakukan oleh orang awam atau bagi orang yang masih pemula untuk memainkannya. Permainan ini membutuhkan keseimbangan raga kita dalam memainkannya. Kenapa bisa begitu, karena si pemain harus berusaha menyeimbangkan berat dan tinggi tubuhnya dalam pijakan dua buah batang bambu yang menopang kedua kakinya untuk berjalan.
Pemain
Permainan egrang dapat dikategorikan sebagai permainan anak-anak. Pada umumnya permainan ini dilakukan dilakukan oleh anak laki-laki yang berusia 7-13 tahun.
Tempat dan Peralatan Permainan
Permainan egrang ini tidak membutuhkan tempat (lapangan) yang khusus. Egrang dapat dimainkan di mana saja, asalkan di atas tanah. Jadi, dapat di tepi pantai, di tanah lapang atau di jalan. Peralatan yang digunakan adalah dua batang bambu bata (volo vatu) yang relatif lurus dan sudah tua dengan panjang masing-masing antara 1,5-3 meter. Cara membuatnya adalah sebagai berikut. Mula-mula bambu dipotong menjadi dua bagian yang panjangnya masing-masing sekitar 2½-3 meter. Setelah itu, dipotong lagi bambu yang lain menjadi dua bagian dengan ukuran masing-masing sekitar 20-30 cm untuk dijadikan pijakan kaki. Selanjutnya, salah satu ruas bambu yang berukuran panjang dilubangi untuk memasukkan bambu yang berukuran pendek. Setelah bambu untuk pijakan kaki terpasang, maka bambu tersebut siap untuk digunakan.
Aturan Permainan
Aturan permainan egrang dapat dibagi menjadi dua, yaitu perlombaan lari dan pertandingan untuk saling menjatuhkan dengan cara saling memukulkan kaki-kaki bambu. Perlombaan adu kecepatan biasanya dilakukan oleh anak-anak yang berusia antara 7-11 tahun dengan jumlah 2-5 orang. Sedangkan, permainan untuk saling menjatuhkan lawan biasanya dilakukan oleh anak-anak yang berusia antara 11-13 tahun dengan menggunakan sistem kompetisi.
Jalannya Permainan
Apabila permainan hanya berupa adu kecepatan (lomba lari), maka diawali dengan berdirinya 3-4 pemain di garis start sambil menaiki bambu masing-masing. Bagi anak-anak yang kurang tinggi atau baru belajar bermain egrang, mereka dapat menaikinya dari tempat yang agak tinggi atau menggunakan tangga dan baru berjalan ke arah garis start. Apabila telah siap, orang lain yang tidak ikut bermain akan memberikan aba-aba untuk segera memulai permainan. Mendengar aba-aba itu, para pemain akan berlari menuju garis finish. Pemain yang lebih dahulu mencapai garis finish dinyatakan sebagai pemenangnya. Sedangkan, apabila permainan bertujuan untuk mengadu bambu masing-masing pemain, maka diawali dengan pemilihan dua orang pemain yang dilakukan secara musyawarah/mufakat.
Setelah itu, mereka akan berdiri berhadapan. Apabila telah siap, peserta lain yang belum mendapat giliran bermain akan memberikan aba-aba untuk segera memulai permainan. Mendengar aba-aba itu, kedua pemain akan mulai mengadukan bambu-bambu yang mereka naiki. Pemain yang dapat menjatuhkan lawan dari bambu yang dinaikinya dinyatakan sebagai pemenangnya. Permainan ini cukup populer, apalagi ketika banyak diadakan pelbagai pagelaran perlombaan 17 Agustus-an tiap tahun di berbagai daerah di Indonesia.
Nilai Budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam permainan egrang adalah kerja keras, keuletan, dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar dapat mengalahkan lawannya. Nilai keuletan tercermin dari proses pembuatan alat yang digunakan untuk berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan agar seimbang dan mudah digunakan untuk berjalan. Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
Permainan anak seperti Peletok (senjata dari rimpang bambu) sampai permainan olahraga anggar (terbuat dari rimpang bambu duri). Egrang (berjalan di atas 2 bambu di kaki kanan dan kiri) semua menuntut sportifitas kejujuran dan keseimbangan… yang sekarang hanya dimainkan di kampung bukan di kota. Sumber daya Alam dan Innovasi anak anak menentukan perilaku dolanan (permainan Anak-anak).
Perkembangan seni permainan bak berjalan mundur sehingga kian tidak dikenali anak-anak masa kini. Sebenarnya konsep dalam sebuah permainan itu berawal dari peninggalan sejarah sejak Ki Hajar Dewantara mulai memperkenalkan konsep ”sistem among” yang menggunakan dolanan anak (bahasa Belanda: kinder spellen) sebagai sifat kodrat semua anak untuk sarana pendidikan. Jadi, semua dolanan bertujuan membangkitkan rasa gembira dan kemerdekaan jiwa sang anak.
Read more: http://baltyra.com/2014/03/10/kekayaan-budaya-permainan-anak-anak-di-nusantara/#ixzz3OQTZYKhE
Mul mul an
BalasHapushttp://play.google.com/store/apps/details?id=amin.badri.mul_mul_an